Kamis, 28 Oktober 2010

Mahasiswa Asing Belajar Gamelan di Surabaya


Selama tiga bulan ke belakang ada 11 mahasiswa asing dari 11negara belajar seni budaya di Surabaya. Mereka adalah peserta program Beasiswa Seni Budaya Indonesia (BSBI) 2010. Apa kesan mereka selama di Kota Pahlawan?

NOFILAWATI ANISA
--------------------------
nofilawatianisa@yahoo.co.id

Jumat (22/10) malam Surabaya menjadi tuan rumah ajang Indonesia Channel 2010. Perhelatan megah tersebut sekaligus menutup program BSBI 2010 yang diikuti 69 mahasiswa asing dari 33 negara yang belajar seni dan budaya di sejumlah kota di Indonesia. Seperti di Padang Panjang, Bandung, Solo, Jogjakarta, Denpasar, serta Surabaya.
Menjadi tuan rumah penutupan BSBI, mahasiswa asing yang ‘ngepos’ di Surabaya benar-benar bersemangat. Sejak jauh hari mereka sudah menyiapkan diri untuk memberikan pertunjukkan terbaik. “Kita sudah latihan serius sejak lama lho,” ungkap Khuat Thi Thoa, mahasiswa dari Vietnam.  
Selama tiga bulan ke belakang, mereka sudah belajar aneka jenis tarian. Tak hanya dari Kota Buaya tapi juga tari-tari dari sejumlah daerah di Jatim, seperti dari Probolinggo, Banyuwangi maupun Pulau Madura. Selain tari, peserta BSBI juga meminati gamelan. "Kita sudah bisa nabuh gamelan dan menari lho," pamer Miki Faga Daniel Joseph Wali, peserta dari Fiji.
Miki ternyata tak asal bicara. Ia memang sudah pandai memainkan sejumlah tarian. Bersama peserta BSBI lainnya ia memamerkan kepiwaiannya itu saat peryaan sweet seventeen (ulang tahun ke-17) Surabaya Plaza Hotel, Jumat (15/10) lalu.  Sedikitnya ada empat tarian yang dipentaskan, yaitu Remo, Glipang, Tayungan, dan Greget Pasar.
Lasego Abel Ngwato, peserta dari Afrika Selatan menimpali bahwa tarian-tarian dari Jawa Timur sangat menarik hatinya. Gerakannya lincah dan tak terlalu sulit diikuti. "Belajar serius dua minggu saja sudah bisa langsung pentas," kata cowok berkulit gelap itu.
Di antara peserta BSBI, Lasego memang terlihat tampil paling apik. Gerakannya sama sekali tak kaku, meskipun itu gerakan sulit. Pacakgulu, misalnya. Ketika harus memindahkan leher ke kiri dan ke kanan dengan cepat, Lasego bisa melakukannya dengan mulus. "Awalnya memang sulit. Tapi lama-lama bisa karena kita rajin belajar," ujar penari yang mengaku pernah menjadi penari latar Shakira, penyanyi terkenal dunia itu.
Ketika sudah didandani dengan ubo rampe tari Remo, busana warna merah, selendang hijau, udeng, hingga gelang kaki, Miki, Lasego dkk tak tampak lagi seperti bule. Ditambah dengan make up tebal plus kumis tambahan, mereka seperti penari Remo asli. Begitu gamela dimainkan, mereka langsung beraksi. Ada beberapa gerakan yang salah, tapi tetap saja penampilan bule-bule asing itu mendapat applaus panjang dari penonton.
Tak hanya ketika menari saja mereka bisa tampil memukau. Pun demikian ketika harus menabuh seperangkat gamelan, aksi mahasiswa asing itu tak kalah memukaunya.
Alexey Sokolovsky, peserta dari Rusia kebagian memainkan demung, sementara Lasego nabuh saron.  "Mereka dilatih oleh teman-teman dari Unesa. Beberapa pekan terakhir kita latihan bareng. Saling mengingatkan kalau bikin kesalahan," ungkap Diaztiarni Azhar,  penanggung jawab BSBI wilayah Surabaya.
Diaz mengacungkan jempol pada semangat mereka untuk belajar seni dan budaya khas Indonesia. Mereka tak kenal lelah sekaligus tak bosan jika harus mengulang-ulang gerakan yang sulit meskipun puluhan kali. "Mereka kan bukan penari semua. Jadi kalau sekarang mereka berani tampil, itu prestasi yang harus diapresiasi. Pentas kita ini sekaligus untuk gladi bersih pada malam Indonesian Challenge nanti," pungkas Diaz. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar